Senin, 07 Maret 2011

Metode Vojta untuk fisioterapi dada bagi bayi prematur


Analisa Jurnal

Judul                : Chest Physiotherapy in Preterm Infants With Lung Disease
Peneliti            : Giannantonio, C., Papacci, P., Ciarniello, R.,Tesfagabir, Purcaro,
                        Cota, Semeraro, Romagnoli
Sumber            : Italian Journal of Pediatrics 2010, 36:65
                        http://www.ijponline.net/content/36/1/65

A.  Latar Belakang
Fisioterapi dada digunakan untuk membersihkan sekret, mengurangi atelektasis post ekstubasi, mengurangi reintubasi, dan membantu ventilasi pada neonatus dengan masalah respirasi. Namun keamanan dari berbagai bentuk fisioterapi dada masih menjadi pembicaraaan yang terus berkembang terlebih khusus untuk bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Menurut penelitian oleh Harding, et al (1998) beberapa bentuk fisioterapi dada berhubungan dengan resiko terjadinya kerusakan otak.
Metode fisioterapi dada yang umumnya digunakan selama periode neonatal antara lain fisioterapi dada aktif (perkusi dan vibrasi) dan teknik non aktif (pengaturan posisi dan suction). Yang perlu menjadi perhatian adalah pemilihan teknik tertentu berdasarkan outcome positif yang diperoleh dari metode-metode fisioterapi dada tersebut.
Dengan mempertimbangkan berbagai teknik fisioterapi yang berbeda-beda beserta outcomenya yang masih kontroversi, peneliti memutuskan untuk menguji kelayakan aplikasi refleks rolling dari metode Vojta pada bayi prematur.
Metode Vojta adalah bentuk terapi fisik yang mulai dikembangkan pada tahun 1960 sebagai terapi pada anak dengan atau beresiko menderita cerebral palsi. Metode ini menggunakan teknik penguatan isometrik melalui stimulasi taktil untuk meningkatkan fungsi respirasi melalui pola normal pergerakan tubuh.

B.  Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1.    Untuk mengevaluasi keamanan dari stimulasi refleks vojta pada preterm neonatus dengan penyakit paru
2.    Untuk mengetahui efek fisioterapi dada dengan metode vojta terhadap kadar gas darah, saturasi oksigen, dan nyeri.
C.  Metode Penelitian
Jenis penelitian:
penelitian eksperimental dengan pre-post test design
Sampel:
Penelitian ini melibatkan 34  bayi baru lahir dengan usia kehamilan 28-34 minggu, dirawat di NICU “A.Gemmelli” Hospital. Waktu penelitian yaitu sejak tanggal 1 Januari2008-30 September 2008. Kriteria inklusi yaitu bayi yang menderita penyakit membran hyaline (HMD) dengan terapi nasal CPAP dan bayi prematur dengan pneumonia yang mendapat terapi oksigen. Kriteria eksklusi yaitu bayi baru lahir dengan malformasi kongenital, mengalami asfiksia saat lahir, mendapat terapi neurotropik, dan mengalami intraventrikular haemorrhage grade >2 berdasarkan klasifikasi Papile’s.
Perlakuan:
1.    Refleks rolling menurut Vojta
Perlakuan pada neonatus dengan fase 1 dari refleks rolling menurut metode Vojta. Manuver ini tidak mengharuskan badan bayi sampai berpindah, tetapi hanya sampai kepala bayi berputar pada sisi dimana stimulus diberikan. Posisi awal (starting position) adalah posisi supine yang tidak simetris dengan ektremitas dalam keadaan bebas/rileks.
Penekanan dengan jari diberikan pada area dada, tepatnya pada persilangan antara garis mamae dengan diafragma (pada costa VI, intercostal V-VI, intercostal VI-VII).
Pada tiap perlakuan diberikan 4 stimulus, yaitu 2 kali pada dada kiri dan 2 kali pada dada kanan. Setiap stimulus diberikan dengan penekanan lurus kemudian secara progresif menyebar kearah dorsal, medial dan kranial, diagonal kearah tulang belakang. Perlakuan dilakukan 3 kali dalam sehari dengan interval 0,2, dan 4 jam.
2.    Monitoring dan kontrol fungsi respirasi
a.    Frekuensi pernapasan dan saturasi oksigen dimonitor dengan Hewlett-packard HP monitor
b.    Monitoring PtcCO2 secara transkutan menggunakan TINA (radiometer medical, Copenhagen, Denmark).
Test dilakukan sebelum stimulasi, akhir stimulasi II, akhir stimulasi IV, pada 5, 15, 25 menit setelah semua stimulasi berakhir dan setiap 3 hari perlakuan.
c.    Scan ultrasound otak pada hari postnatal 1, 3, 5, 7, dan mingguan.
3.    Monitoring stress/nyeri
Onset stress atau nyeri akibat stimulasi dievaluasi dengan skor NIPS ( Neonatal Infant Pain Scale) dan PIPP (Premature Infant Pain Scale). Skor NIPS dicatat sebelum stimulasi, akhir stimulasi II, akhir stimulasi IV, serta pada menit ke 5, 15, 25 setelah semua stimulasi dan selama 3 sesi perlakuan. Skor PIPP dicatat hanya pada setiap sesi perlakuan.
Analisa data:
Uji statistik One-way ANOVA dengan Bonferroni’s Multiple Comparison Test menggunakan GraphPad Prism version 4.00 for Window. Hasil penelitian dikatakan signifikan bila nilai p<0,05.
D.  Hasil Penelitian
Selama periode penelitian terdapat 60 neonatus yang bisa dijadikan sebagai populasi penelitian, namun hanya 34 neonatus yang memenuhi kriteria inklusi penelitian ( 19 perempuan dan 15 laki-laki). 7 neonatus dengan malformasi kongenital dan 19 neonatus yang menggunakan ventilator mekanik dieksklusi dari penelitian ini.
Usia gestasional rata-rata sampel adalah 30,5(1,6) mir minggu dan berat badan lahir rata-rata adalah 1430 (423) gram. Kami mempelajari efek dari aplikasi refleks rolling selam minggu pertama kelahiran dan pada akhir minggu pertama kelahiran.
Grup I: 21 neonatus dengan HMD sejak 1 minggu post natal. Semua bayi dikelompok ini menggunakan Nasal CPAP.
Grup II: 13 neonatus dengan penyakit pernapasan setelah minggu pertama kelahiran. Bisa bernapas secara spontan dan mendapat terapi oksigen.
Terdapat neonatus yang sudah terdiagnosis mengalami intraventrikular hemoragik (IVH) sejak hari pertama kelahiran. Namun tidak terjadi perburukan IVH selama perlakuan diberikan. Tidak ada satupun bayi yang mengalami periventrikular leukomalasia.
Hasil monitoring gas darah dan frekuensi napas
Grup I:
Ø PtcO2 : terdapat perbedaan yang signifikan sejak awal stimulasi (p<0,0001).
Terdapat perbedaan yang signifikan antara mean PO2 (p<0,05)
Ø SatO2: terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,001) sejak awal stimulasi dan nilai mean prestimulasi, 5’, akhir stimulasi II serta pada 15, dan 25 menit setelah semua perlakuan berakhir berbeda secara signifikan (p<0,05).
Ø PtcCO2: tidak ada perbedaan pada setiap stimulasi
Ø Tidak ada peningkatan RR
Ø Metode ini memungkinkan peningkatan oksigenasi dengan meningkatnya volume tidal.
Grup II:
Ø PtcO2 : terdapat perbedaan yang signifikan sejak awal stimulasi (p<0,01).
Terdapat perbedaan yang signifikan antara mean PO2 (p<0,05)
Ø SatO2: terdapat perbedaan yang signifikan (p<0,05) sejak awal stimulasi, namun untuk nilai mean SatO2 dengan analisa Bonferroni tidak ada perbedaan yang signifikan antara hasil evaluasi tiap sesi.
Ø PtcCO2: tidak ada perbedaan pada setiap stimulasi
Ø Tidak ada peningkatan RR
Hasil monitoring stress atau nyeri
Skor NIPS pada kedua kelompok tidak menunjukkan adanya nyeri atau stress selama stimulasi, demikian pula dengan skor PIPP.
Grup I:  record I= 6,1 (1,9), record II= 6,2 (2,0), dan record III= 6,2 (1,5)
Grup II: record I= 6,3 (1,6), record II= 6,4 (1,8), dan record III= 6,2 (1,7)
E.   Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1.    Stimulasi dengan metode Vojta berefek positif terhadap oksigenasi, dengan adanya peningkatan nilai PtcO2 dan SatO2 setelah dilakukan stimulasi
2.    Tidak ada efek negatif pada nilai PtcO2, nilai PtcO2 konstan pada rentang normal selama perlakuan.
3.    Tidak ada peningkatan stress dan nyeri (berdasarkan skor NIPS dan PIPP) selama perlakuan.
4.    Teknik ini aman bagi bayi preterm dengan masalah pernapasan.

F.   Pembahasan
Bayi prematur adalah bayi yang lahir pada usia kehamilan kurang atau sama dengan 37 minggu, tanpa memperhatikan berat badan lahir. (Wong, 2004) Prematuritas dan berat lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan berat 1500 gr atau kurang saat lahir. Keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan morbilitas dan mortalitas neonatus. Di negara berkembang kejadian kelahiran prematur sekitar 7 %, sedangkan prevalensinya di Indonesia adalah sebesar 18,5 % dan menyumbang angka kematian pada bayi hingga 65-75 % (Kusmarjadi & Chandra, 2008).
Beberapa penyakit yang berhubungan dengan prematuritas antara lain Sindrom gangguan pernafasan idiopatik (penyakit membrane hialin), Pneumonia aspirasi karena refleks menelan dan batuk belum sempurna, perdarahan spontan dalam ventrikel otak lateral akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernapasan), Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang dan Hipotermi. Masalah ini terjadi akibat belum sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomis maupun fisiologis (Wong, 2004).
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm dengan BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan kekurangan surfaktan (rasio lesitin/sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang masih lemah yang tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorak) (Wong, 2004).
Bayi baru lahir lebih rentan mengalami gangguan pernapasan karena neonatus memiliki laring yang lebih tinggi dari epiglotis, sehingga memungkinkan aliran udara dari rongga hidung bisa langsung masuk ke paru-paru. Aktivitas menghirup udara dan menelan pada neonatus terjadi hampir bersamaan. Tulang rusuk bayi masih dalam posisi horizontal, otot intercostal lemah sehingga tipe pernapasan didominasi oleh pernapasan perut. Diameter jalan napas sempit, refleks batuk lemah atau bahkan tidak ada. Terlebih pada bayi prematur yang sangat rentan mengalami kelelahan diafragma sebagai kompensasi dari sukarnya bernapas dengan jalan meningkatkan frekuensi pernapasan daripada kedalaman pernapasan. Semua kondisi tersebut dapat meningkatkan resiko terjadinya distress pernapasan dan gagal napas (Crane, 1981).
Dengan keterbatasan kemampuan pernapasan dan kemampuan membersihkan jalan napas yang berakibat pada menurunnya oksigenasi, maka perlu dilakukan tindakan yang dapat membantu bayi dalam mengatasi masalah ini misalnya dengan fisioterapi dada.
Fisioterapi dada merupakan tindakan yang dilakukan pada klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekresi. Tujuannya adalah:
1.    Meningkatkan efisiensi pernapasan dan ekspansi paru
2.    Memperkuat otot pernapasan
3.    Mengeluarkan secret dari saluran pernapasan
4.    Klien dapat bernapas dengan bebas dan tubuh mendapatkan oksigen yang cukup.
Pelaksanaan fisioterapi dada bagi neonatus hingga saat ini masih menjadi kontroversi. Metode fisioterapi dada pada neonatus terdiri atas:
1.    Fisioterapi dada aktif, meliputi teknik vibrasi dan perkusi
2.    Fisioterapi dada nonaktif, meliputi potitioning, postural drainage, aspirasi trakheal dan perangsangan refleks batuk.
Kontraindikasi fisioterapi dada adalah bayi dengan kondisi yang sangat tidak stabil, bayi berat lahir sangat rendah (<1500 gram) yang berusia < 1 minggu, gagal atau ketidakstabilan jantung, intraventrikular hemoragik dalam 24 jam kelahiran, trombositopenia atau adanya akumulasi darah pada endotracheal tube, distensi abdomen, perdarahan pulmonal, tension pneumutoraks, hipotermia berat dan post pembedahan mata dan kepala.
Dengan demikian fisioterapi dada aktif (ARP) dapat menjadi prosedur yang invasif bagi bayi prematur. ARP dapat menyebabkan stress bagi ventilasi pasien, kemudian pasien menjadi gelisah. Kegelisahan tersebut menyebabkan peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan denyut jantung, peningkatan tekanan arteri, refluks gastroesofagus dan peningkatan tekanan intrakranial.
Beberapa studi observational menunjukkan adanya peningkatan resistensi jalan napas dan episode hipoksemia setelah dilakukan fisioterapi dada (Pounney, 2008). Selain itu penelitian oleh Beeby, et al (1998) menunjukkan adanya korelasi antara fisioterapi dada dengan kerusakan neurologis.
Fisioterapi dada aktif dengan perkusi dan fibrasi kurang sesuai untuk neonatus dengan berat badan lahir sangat rendah, mengingat kondisi bayi yang secara anatomi dan fisiologis belum matang sehingga tulung rusuk bayi belum mampu untuk melawan gaya tekanan. Hal ini menyebabkan fisioterapi dada nonaktif yang lebih aman digunakan pada bayi preterm dengan berat badan lahir sangat rendah.
Metode Vojta adalah bentuk terapi fisik yang mulai dikembangkan pada tahun 1960 sebagai terapi pada anak dengan atau beresiko menderita cerebral palsi. Metode ini menggunakan teknik penguatan isometrik melalui stimulasi taktil untuk meningkatkan fungsi respirasi melalui pola normal pergerakan tubuh. Terapi dengan berdasar pada reflex lokomotif ini dilakukan dengan tujuan:
1.    Memodifikasi aktivitas refleks anak usia muda dengan orietasi pada pengembangan system neuromotor secara fisiologis.
2.    Memodifikasi otomatisasi spinal pada lesi sum-sum tulang belakang
3.    Control pernapasan untuk meningkatkan kapasitas vital paru
4.    Mencegah degradasi ortopedik yang potensial terjadi pada kondisi patologis berat.
Indikasi terapi vojta: gangguan pusat koordinasi sedang-berat, serebral palsi, paralisis peripheral, spina bifida, miopati congenital, deformitas congenital, Morbus-down syndrome, hip dysplasies, dan adult hemiplegic.
V. Vojta mengusulkan 3 konsep teori modulasi:
1.    Studi reaktivitas otomatis postural
Terapi ini terdiri dari usaha pemograman pola gerakan ideal pada bayi secara neuro-fisiologis melalui pengenalan pola koordinasi otomatis tubuh. Berdasarkan kondisi postur tubuh dan body aligment yang terbentuk secara genetic dan kemudian berkembang menurut usia perkembangan. Contoh dari reaksi otomatis postural yaitu merangkak pada siku dengan kaki membentang.
2.    Analisis kinesiology fungsi motorik spontan
Reaksi kinestetik adalah respon pergerakan yang terjadi akibat rangsangan gerak atau perubahan posisi (respon terhadap stimulus proprioseptif).  Isi cinesiologic pola bervariasi sesuai dengan postur tubuh awal (posisi awal), tetapi fenomena muncul terorganisir dan berulang
3.  Refleks
P
ola global adalah bentuk dasar reflex lokomotif. pola global merujuk pada tanggapan motor yang timbul selama penerapan reflex locomotif. Kerangka otot-otot seluruh seluruh tubuh diaktifkan secara terkoordinasi dan sistem saraf pusat mengaturnya pada semua tingkatan regulasi. Tujuan terapi reflex locomotif adalah untuk memfasilitasi peraturan otomatis atau kontrol posisi tubuh, untuk memudahkan pemeliharaan aktif dari fungsi dukungan dari kaki, dan merangsang aktivitas otot terkoordinasi. Setiap lesi sentral atau perifer dan penurunan pergerakan menyebabkan fungsi reflex ini menjadi terganggu.
Reflex lokomotif merupakan respon global yang terdiri atas reflex merangkak, berbalik, terlentang dan miring. Reflex ini dipicu oleh rangsangan tertentu (tekanan) yang diberikan pada zona tertentu. Stimulus ini kemudian menghasilkan kontraksi otot secara keseluruhan yang menyebabkan terjadinya gerakan-gerakan sesuai dengan tingkat stimulasi system saraf pusat.
Modulasi vojta ini terdiri atas 3 komponen penting yaitu:
1.    Start position (first position)
Ada posisi awal yang berbeda (posisi prone untuk refleks merayap, supine atau lateral untuk rolling refleks, dll) sehingga terapis dapat memilih antara kombinasi yang tak terhitung dari posisi start, zona dan rangsangan yang sesuai dengan jumlah yang sama prosedur aktivasi yang terkoordinasi fungsi pusat.

2.    Zona rangsangan
Setiap pola penggerak refleks (merayap atau rolling) memiliki zona khusus dan dapat diaktifkan dari posisi awal beberapa. Mengakses dengan pola yang sama dari merangsang kombinasi yang berbeda, memaksa sistem saraf pusat untuk menggunakan prosedur pengolahan diversifikasi jaras aferen. Aktivitas neurologis adalah dasar dari postural adaptasi fisiologis.

3.    Resistensi
Penerapan resistensi terhadap aktivitas memancing, mengubah gerakan phasic menjadi suatu aktivitas otot isometrik (tanpa perpindahan segmental), yang lama dapat dimodulasi oleh terapis tanpa adiksi (receiver proprioseptif). Praktek ini menyebabkan akumulasi Temporo-spasial, kemudian fenomena neuronal "meluap" untuk "memaksa" terbentuknya sebuah program neuron baru. Hal ini memungkinkan, dengan cara perekrutan aferen baru ke SSP, untuk aktivasi area yang awalnya tidak berespon. Teknik ini disebut pathing yang terdiri  provokasi, kemudian  mempertahankan dari luar, kontraksi isometrik otot dengan tujuan untuk kegiatan memperluas koordinasi sisitem saraf pusat.

Pada tahun 1967, Vaclav Vojta mengembangkan refleks rolling model dengan dasar pemikiran bahwa dada adalah area yang penting bagi pernapasan. Stimulasi Vojta menghasilkan reaksi global meliputi rotasi kepala, fleksi ekstremitas bawah dan rotasi pelvis, serta kedua lengan mengembang terbuka. Semua aktivitas ini memungkinkan terjadinya ekspansi tulang rusuk yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan kedalaman pernapasan. Stimulasi ini semakin baik bila dilakukan secara berulang. Karena dapat memicu aktivitas otot secara fisiologis mengaktivasi sistem saraf pusat, kemudian direkam dan memorinya disimpan oleh sistem saraf pusat. Efek terhadap sistem saraf pusat ini bisa bertahan selama 1/2-1 jam setelah stimulasi berakhir.




















Daftar Pustaka

Banaszek, G. Vojta's method as the early neurodevelopmental diagnosis and therapy concept. Przegl Lek. 2010;67(1):67-76
Giannantonio, C., Papacci, P., Ciarniello, R.,Tesfagabir, Purcaro, Cota, Semeraro, Romagnoli. 2010. Chest Physiotherapy in Preterm Infants With Lung Disease. Italian Journal of Pediatrics 2010, vol 36/1/65: http://www.ijponline.net/content/ diakses tanggal 17 Februari 2011.
Harding, Miles, Becroft, Allen, & Knight. 1998. Chestphysiotherapy may be associated with brain damage in Extremely Premature Infants.  The Journal of Pediatric, volume 132, Issue 3
Kusmarjadi & Chandra. 2008. Persalinan Preterm. http://botefilia.com/index.php diakses tanggal 23 Februari 2011
Poutney, T. 2007. Physiotherapy for Children. Elsevier Health Science. http://books.google.co.id diakses tanggal 21 Februari 2011.
Vojta Therapy: Treatment History. http://www.cerebral-palsy-injury.com/vojta-therapy-history.html diakses tanggal 21 Februari 2011.
Vojta Method. http://www.physiobob.com/forum/paediatric-physiotherapy/457-vojta-therapy-cp.html diakses tanggal 21 Februari 2011.
Wong, D. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

                                                                                                



Tidak ada komentar:

Posting Komentar